3 Hal yang Saya Pelajari dari Program Kartu Prakerja


Awal masa pandemi tahun lalu membuat pemerintah sekali lagi mencoba kreatif untuk memberikan bantuan kepada masyarakat. Salah satunya program dengan kartu Prakerja.

Semoga sih gak seperti bansos yang dikorupsi, yang bahkan menteri-nya juga keseret. Iya, semoga aja nggak.

Dari program itu banyak orang yang mencoba peruntungannya, kenapa? Secara statistik, sudah dipastikan untuk mendapatkan kuota tiap gelombangnya, kita bersaing dengan jutaan orang lainnya.

Jelas, jauh lebih sulit ketimbang sekedar masuk psikologi di kampus saya, yang mana masuk top 10 jurusan paling diminati.

Nah, karena kebetulan akhir tahun 2020 saya lulus kuliah. Jadi coba lah daftar. Eh, tapi bermasalah di proses registrasi awal (biasa lah, program pemerintah hehe).

Hingga akhirnya di tahun 2021 mulai dibuka gelombang 12, coba daftar lagi berhasil tapi gak keterima. Sampai minggu depannya gelombang 13 buka, dan alhamdulillah keterima.

Setelah keterima pun, nyatanya gak langsung bisa pelatihan, karena ada masalah dengan si ijo yang jadi mitra pembelian pelatihan.

Itu juga yang membuat saya untuk pertama kalinya menjadi netizen julid yang ngomel-ngomel di Twitter ke official account.

*Malu sih, tapi kata orang lain yang dapet masalah yang sama itu satu-satunya solusi, kalo nggak gitu ya nggak bakal digubris sama CS-nya.

Akhirnya masalah selesai! Dan langsung pindah ke platform merah, dan tidak ada kendala apapun sampai sekarang sudah ke pelatihan ke 3.

Jadi, apa sih yang saya “Pelajari” dari program ini?

Gak Semua Orang Butuh Pelatihan

Ini yang sempat jadi bahasan di twitter sih, ada orang yang hidupnya cuma nunggu insentif prakerja, tapi gak cari kerja atau ikut pelatihan.

Bahkan bermunculan joki-joki prakerja (biar lolos), dengan sistem bagi hasil. Sumpah kalo ini bener-bener brengsek sih, gak tau kali ya ada orang yang butuh banget tapi gak keterima-terima.

Temenku yang dapet gelombang awal-awal juga berpemikiran serupa, kok. Katanya, “Ngapain gue beli kelas lagi, kalo dapet insentifnya dua kali ya gue baru mau lah”.

Atau banyaknya komentar (tiap liat minimal 5000 komentar deh) di akun Instagram Prakerja, yang berisi bertanya kapan insentif cari, bukannya menikmati proses pelatihan dari mentor-mentor yang ada.

Jadi, dari survey sangat-sangat sempit ini bisa dibilang kebanyakan orang yang ingin ikut, atau sudah keterima prakerja ya memang tergiur uang insentif saja.

Cari pelatihan mudah (karena tiap bab ada mid-test, dan kalo gak perhatikan materi itu bener-bener susah, guys), kelarin sehari, langsung nunggu insentif deh.

Ya, semoga pembaca bukan golongan ini ya. Kalopun iya, jangan diambil hati ya, hehe.

Jeli Saat Memilih Pelatihan!

Sejauh ini, dari 3 kelas yang saya ambil di Skill Academy, bisa dibilang 2 diantaranya itu memang seperti bacain materi aja sih.

Bahkan kelas SEO yang saya ambil itu bisa dibilang benar-benar untuk pemula yang gak tau apa itu SEO. (jadi sangat mudah dan gak worth it untuk saya, dan bahkan bisa selesai dalam sehari).

Sedangkan kelas pertama yang saya ambil, yaitu Internet Marketing. Walaupun dibahas dari dasar sama seperti 2 kelas lainnya, tapi banyak praktek sehingga kita ada gambaran.

Jadi untuk kamu yang lolos, saran saya sih harus jeli kelas yang diambil. Bisa lihat kurikulum atau previewnya dulu.

Banyak Kelas Yang Overpriced

Sama seperti poin sebelumnya. Meskipun kita sadar bahwa pelatihan yang kita beli itu pakai bantuan pemerintah, kita harus pintar mengalokasikan dana yang ada.

*Kecuali kamu tipe orang seperti poin pertama, sih.

Kenapa? Karena menurut saya banyak kelas (di platform selain Skill Academy) yang sangat mahal tapi materi sedikit, dan bisa kita cari secara gratis di internet.

Ini sempat ada yang bahas juga kok di Twitter tahun lalu, tapi akhirnya saya baru sadar setelah lolos.

Saya tau, membuat kelas itu gak mudah, perlu modal dan lain sebagainya. Tapi terkadang ada kelas yang saya rasa benar-benar gak perlu dibikin kelas. Atau bisa dicari sendiri.

Bahkan saya menemukan sebuah kelas di sebuah platform, jika dibeli dengan pembayaran reguler harganya 200rb-an. Tapi kalau bayar pakai kartu prakerja, harganya 350rb-an.

Padahal isi materinya sama, hanya beda nama kelas saja.

Jadi, misal kita ingin memaksimalkan jatah yang ada, dan tidak ingin mendapatkan skill atau pengetahuan yang diinginkan, poin ini perlu dicermati juga, ya.


Tentunya, kita harus sadari bahwa setiap program yang pemerintah buat tidaklah sempurna. Ada pro dan kontra, ada manfaat dan juga kekurangannya.

Dan tulisan ini menjadi catatan dari saya sebagai salah satu orang yang mendapatkan manfaat, dan juga kejengkelan dari program ini.

Semoga kedepannya bisa lebih maksimal dalam pelayanannya, dan makin banyak orang yang terbantu dari program ini.

Kalau pengalamanmu, gimana?


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *