Kenikmatan Mencetak Goal vs Volleyball Spike


Sebagai orang yang besar di lingkungan pecinta bola, secara tidak langsung mempengaruhi rasa cinta dan kemampuan gue pada sepak bola.

Dari masa-masa tinggal di Bekasi, gue pernah habis pulang opname karena tipes langsung main bola. Ya, diomelin langsung lah wkwk.

Kesukaan gue sama sepak bola meningkat setelah pindah ke Bogor. Disini hiburan tiap sore ya cuma main bola, ya walaupun mainnya di lapangan badminton beton.

Bahkan kami sering lanjut main bola setelah isya, sampe malem.

Hingga akhirnya kami semua main di turnamen futsal antar RT, seinget gue sih pas kelas 4 SD. Gue lupa kami menang apa kalah.

Tapi, di tahun setelahnya kita juara 2. Setelah kiper tim kami (gue) malam sebelum pertandingan mengalami cedera, dan tetap memaksakan bermain.

Alhasil kami dibantai 4-1 di laga final. Tahun berikutnya kami ikut lagi, dan gagal lolos di fase awal.

Setelah itu gue gak tau kelanjutan cerita anak-anak RT 04 ini. Ya karena gue pindah ke jawa buat sekolah disana.

Long story short. Gue lulus kuliah, setelah 4 tahun merantau. Akhirnya gue kembali tinggal di rumah, dan tiba di masa pandemi.

Kebetulan pas gue sampe sini, lapangan yang biasa kami pakai udah di-upgrade cuy. Dari lapangan badminton ke lapangan multifungsi, termasuk voli dan basket.

Sejak saat itu, termasuk kehadiran gue, kami beralih cabang olahraga ke voli. Actually, we have no idea at first.

Bisa jadi pilihan ini paling realistis buat kami. Karena kalau milih main futsal, lapangannya sangat gak mendukung, bahaya banget kalo jatoh karena permukaannya kasar.

Main basket pun gak mendukung, karena hanya ada 1 ring basket, garis lapangannya salah, dan lokasinya mentok sama tempat bermain anak-anak.

Akhirnya kami lebih sering (well, setiap hari) main voli. Bahkan kami sampe latihan juga, baik dari sisi teknis maupun fisik.

Pastinya, karena voli adalah olahraga yang bisa dibilang dipengaruhi oleh kondisi fisik pemainnya (tinggi, atletisme). Terpilihlah beberapa dari kami untuk menjadi pemain di posisi wing spiker atau outside hitter. (I’ll explain later).

Yaitu pemain yang diharapkan bisa mencetak skor dengan melakukan spike. Atau istilah kita ya smash ke area permainan lawan.

Gue salah satu pemain itu. Ya, simple, tinggi gue diatas rata-rata bocah sini kan.

Setelah sebulan, dua bulan gue belajar “cara lompat”, approach untuk spike, dan latihan fisik lainnya. Gue baru ngerasain betapa nikmatnya spike bola voli cuy.

Inilah yang membuat gue beralih dari football geeks menjadi volleyball nerd. Seriously, hampir tiap hari gue nonton tutorial voli, pertandingan, dan segala tetek-bengeknya.

Kayak aturan, sejarah, mana negara yang jago, siapa pemain terbaik saat ini, siapa punya lompatan tertinggi, macem-macem deh.

Sama seperti awal-awal gue mulai suka belajar main bola.

Hingga akhirnya gue mencoba membandingkan, mana yang lebih nikmat. Mencetak goal, atau melakukan spike di voli?

Menurut gue, rasa nikmat yang akan gue dapatkan dengan berolahraga, salah satunya berasal dari adrenalin yang muncul.

Jadi, menurut gue mencetak goal itu udah jadi barang biasa. Kecuali di setting turnamen resmi, mewakili jurusan, itu pasti beda ya. Tapi kan gue udah setahun lebih gak main di turnamen resmi.

Itulah yang akhirnya gue pilih spike atau smash lebih nikmat dari mencetak goal.

Perasaan ketika melihat setter melambungkan bola, melihat bola menuju ke arahmu, lalu kamu mengambil ancang-ancang terbaik untuk mencapai titik tertinggi dari lompatanmu.

Dan, Boom! Pukul bola sekeras mungkin.

Terlepas bola masuk atau tidak ke area lawan, terhitung poin atau tidak. Adrenalin yang muncul dari proses setter memberi bola sampai memukul itu bener-bener priceless sih.

Kalo lo belom pernah coba, gue saranin sekali dalam seumur hidup lo, harus coba deh.

That’s why I like volleyball right now.

,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *